Komunikasi Produktif #11: Masakan Suami


Masuk kehamilan minggu ke-8 sensasinya beda lagi. Sebetulnya kemarin-kemarin saya sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Tapi entah kenapa, kondisi fisik down lagi. Mual muntah, lemas, nggak kuat lihat layar lama-lama, dan aneka macam keluhan muncul. Minggu ini juga aktivitas di luar rumah memang lebih banyak.

Sudah lama sebetulnya saya ingin makan masakan sendiri. Saking pinginnya, kalau dikasih makanan lainnya, nggak akan bisa bertahan lama di dalam perut saya.

Wow sekali.

Jumat lalu, kebetulan lihat tukang sayur di depan rumah. Saya keluar rumah dan beli sepaket sayur asem. Rencananya sih, mau masak sayur asam, pindang sarden, dan tempe goreng. Tapi rencana tinggallah rencana. Saya nggak kuat bau minyak goreng. Nggak tahan bahan bawang. Masuk dapur aja nggak bisa. Aroma bumbu dan minyak yang menyeruak itu langsung bikin mual. Aneh. Kemarin nggak begini lho.

"Mas, boleh pesen catering harian nggak?"

Saya izin sambil hunting catering harian murah. Sayangnya, nggak nemu yang murah. Per hari 100 ribu rupiah. Belanja saya per minggu saja cuma 200 ribu rupiah. Itu pun biasanya sisa. Jadi masih bisa buat jajan atau ditabung untuk infaq bulan depan.

"Mas, kok mahal ya. Per 6 hari 650 ribu."
"Ya emang mahal."

Agak merengek minta solusi. Saya sudah kangen makan sayur. Tapi kondisi tidak memungkinkan untuk masak.

"Ya udah aku yang masak."
"Beneran?"

Kesepakatan pun dibuat. Besok suami yang masak. Segala urusan dapur dihandle suami. Kasihan juga sih semuanya dia yang urus. Tapi apalah daya. Tak tahan dengan aneka bau itu. :(

Tadi pagi,

"Mas, laper."
"Yaudah, masak apa?"
"Ada sayur asem di kulkas."
"Tinggal dimasak aja kan?"
"Iya."
"Bumbunya apa?"
"Bawang merah 5, bawang putih 3. Airnya ntar dididihin dulu. Bumbunya dimasukin sampai berubah warna. Abis itu masukin asem sama sayur-sayurnya."
"Sayurnya tinggal masukin?"
"Dipotongin dulu dong."
"Iya."
"Coba ulangi lagi bumbunya."
"Bawang merah 5, bawang putih 5."
"Bawang merah 5, bawang putih 3. Bawang merah berapa?"
"5."
"Bawang putih?"
"3."

Oke, lulus uji lisan. XD

Saya melepas suami ke dapur. Duh, deg-degan banget. Macem melepas suami ke medan perang aja. Wkwkwk.. Oke, ini lebay.

Saya termasuk picky eater. Kalau masakan failed, saya nggak mau makan. Ini kondisi udah lapar. Kalau nggak makan, mualnya bukan karna hormon lagi tapi asam lambung nih. Sungguh kombinasi yang apik, bukan?

Sejam lebih suami masak, akhirnya jadi juga. Alhamdulillah rasanya bisa diterima oleh lidah. Kecuali tempe. Tapi itu bukan karena suami yang failed kasih bumbu. Emang tempenya yang udah nggak enak.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.