Game Level 7 #5: Bisa Karna Biasa, Bisa Karna Terpaksa
Ada 2 hal yang mendorong seseorang untuk bisa menguasai
suatu keahlian. Pertama, karena dia terbiasa melakukannya. Kedua, karena terpaksa.
Jadi, kalau ada orang yang tidak bisa suatu hal, bisa jadi karena dia tidak
terbiasa melakukannya atau dia tidak dalam kondisi terpaksa untuk melakukan hal
itu.
Saya jadi ingat cerita istri dari Dosen Pembimbing saya.
Dalam satu kesempatan, kami pernah bertemu dan bercerita bagaimana beliau
memulai hari-hari pertama sebagai seorang istri. Saat berkunjung ke rumah
mertua, ibu mertuanya memintanya untuk menanak nasi. Pucat pasi bibirnya saat
mendengar perintah tersebut. Bagaimana tidak, sebagai menantu baru, tentu ingin
tampak sempurna di mata mertua. Tapi menanak nasi saja beliau tidak bisa. Selama
ini, beliau terbiasa menggunakan rice cooker untuk memasak. Tinggal pencet
saja, lalu nasi matang.
Apa yang terjadi selanjutnya? Ibu mertunya tersenyum dan
mengajarinya cara menanak nasi.
Itu adalah kisah masa lalunya. Jangankan masak rendang, nasi
kuning, atau masakan-masakan lain, masak nasi saja dia tak mampu. Tapi jangan
ditanya bagaimana kemampuan memasaknya sekarang. Beliau sekarang punya catering
yang makanannya cukup banyak dilirik oleh banyak orang. Masakannya konon enak
sekali.
Saya inga tapa yang beliau sampaikan saat itu, “nanti
lama-lama juga bisa.”
Kisah lain juga terjadi pada teman S2 saya yang kebetulan
satu kost dengan saya. Dia baru kali itu merantau. Selama ini, semua kebutuhan
selalu disediakan oleh ibunya. Sudah dapat dipastikan, untuk urusan memasak dia
nol besar.
Pernah, suatu kali dia menawarkan tumis kangkong buatannya. Wow,
rasanya betul-betul pure bumbu penyedap. Saya tanya, apa saja yang dia masukkan
untuk bumbu masakan itu? Dia hanya masukkan bumbu yang memang dia suka. Karena rasanya
tak kunjung membaik, dia tambahkan penyedap rasa. Dia tambahkan terus dan
rasanya makin tidak karuan. Hahahaha…
Kini, dia sudah menjadi ibu dari 2 orang anak. Kemampuan masaknya
meningkat pesat. Kalau dulu hanya mengandalkan bumbu instan, kini dia sudah
bisa memasak semur daging tanpa bumbu instan. Kenapa begitu? Semuanya karena
terbiasa.
Ala bisa karna biasa. Bukankah begitu kata pepatah.
Kedua kondisi ini sebetulnya juga berhubungan dengan alasan
kedua seseorang menguasai suatu bidang, yaitu terpaksa. Keadaan yang memaksa
mereka untuk belajar memasak. Rasanya, tidak mungkin juga kalau rumah tangga
muda setiap hari harus beli makanan catering. Sementara kondisi finansial keluarga
masih amat sangat harus ditata. Sesekali oke. Tapi kalau 3 kali sehari dengan
jumlah anggota keluarga yang semakin meningkat ini cukup bikin pusing juga.
Ada cerita lain tentang bisa karena terpaksa.
Ini kisah tentang teman S2 saya yang berasal dari
Kalimantan. Kita sudah sama-sama tahu bagaimana kondisi geografis Kalimantan. Banyak
hutan, rawa, dan sungai-sungai besar. Kebetulan, belakang rumahnya ada rawa-rawa
yang cukup besar. Orang tuanya khawatir kalau nanti dia main di rawa dan
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena itu, mereka mengirim teman saya
untuk belajar berenang.
Berbulan-bulan belajar berenang tapi progress belajar teman
saya ini cenderung lambat. Dia tak kunjung mahir. Orang tuanya semakin khawatir
dengan kondisi ini. Khawatir dia akan main di perairan bersama dengan teman-temannya
yang lain, sementara berenang saja dia tak bisa.
Suatu hari, ayahnya mengajaknya naik perahu ke tengah
sungai. Konon, sungai itu banyak buayanya. Apa yang dilakukan ayahnya? Melemparnya
ke tengah sungai lalu menjauhkan perahu dari teman saya.
Shock. Itu yang dirasakan teman saya. Tapi dia langsung
berusaha berenang sekuat tenaga. Bagaimana pun jug dia tidak mau jadi makan
siang buaya. Sesampainya di perahu, barulah dia sadar bahwa itu cara ayahnya
untuk memaksa dia bisa berenang. Sejak saat itu, dia tidak lagi kesulitan
berenang. Kondisi terpaksa yang diberikan ayahnya ternyata berhasil membuatnya
bisa berenang.
Tidak ada komentar: